Minggu, 06 September 2009

PEMANFAATAN PRODUK INDUSTRI PERTAHANAN INDONESIA UNTUK MENINGKATKAN KEUTUHAN DAN KEDAULATAN NKRI

1. Latar Belakang:
Umum. Persaingan bisnis saat ini sedang menghadapi perkembangan berbagai industri yang berlangsung secara dinamis sejalan dengan perubahan–perubahan lingkungan yang dramatis. Tingkat persaingan yang semakin ketat, perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi serta perubahan sosial ekonomi memunculkan berbagai tantangan dan peluang dalam bisnis, termasuk didalamnya bidang persenjataan. Fenomena ini telah mengubah persaingan tradisional menjadi hypercompetation. Perubahan-perubahan ini memaksa industriawan untuk melaksanakan pengembangan kompetensinya yang tidak mudah ditiru oleh pesaing dan menopang tercapainya keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.
Potensi ancaman suatu bangsa kini tidak dapat dipandang hanya dalam spektrum yang bersifat homogen saja, dimana ancaman lebih diartikan dalam dimensi fisik militer. Lebih lanjut, ancaman non-milter kini hadir lebih ketara dan telah mempengaruhi secara signifikan terhadap kualitas keamanan nasional di beragam bangsa dan negara. Ancaman modern pernah disetir oleh Alvin Tofler dan Paul Dibb, di katakan ke depan ancaman secara geopolitik akan berubah ke arah non-geopolitik yang lebih abstrak. Namun, insiden invasi AS serta sekutunya ke Irak serta sejumlah Negara Middle East telah menandakan suatu indikasi kuat, bahwa ancaman geopolitik masih secara nyata eksis serta dapat terjadi pada siapa saja dan negara mana saja di dunia ini, dengan demikian maka pentingnya penguatan sistem pertahanan suatu bangsa yang berbasiskan geo-politik senantiasa harus selalu ditingkatkan. Negara kuat adalah negara yang memiliki sistem hukum protektif dan terjaga oleh kemampuan militer dengan back up keunggulan Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata) yang berdaya musnah massal.
Bagi suatu negara yang memiliki kemampuan teknologi khususnya di bidang pertahanan dan keamanan dapat dijadikan sebagai bargaining power dalam diplomasi guna mempengaruhi kebijakan negara lain agar berpihak pada pencapaian kepentingan nasionalnya. Strategi ofensif bidang pertahanan dan keamanan oleh negara maju dalam rangka back-up perluasan jangkauan penguasaan kepentingan kepada negara lain, semakin sulit untuk dikenali maupun di identifikasi, karena telah menggunakan rekayasa teknologi maju yang tidak mampu dikuasai oleh negara lain termasuk Indonesia.
Kendala utama pengembangan dan pengadaan Alutsista adalah kondisi industri pertahanan itu sendiri dan kemampuan/keterbatasan mekanisme pembiayaan yang tersedia untuk mendanai produksi tersebut. Walau secara faktual terdapat beberapa Industri pertahanan yang mempunyai potensi dan kapasitas untuk menghasilkan Alutsista yang dibutuhkan dalam mempertahankan pertahanan dan keamanan Negara.
Untuk mempertahankan intergritas NKRI, dibutuhkan dukungan TNI/Polri yang tangguh dilengkapi dengan teknologi yang sesuai untuk menangkal setiap bentuk ancaman dari dalam maupun luar negeri. Teknologi yang dipergunakan adalah teknologi tinggi/hybrit yang telah kita kuasai dan kembangkan sendiri tidak tergantung pada negara lain dan mempunyai tingkat kerahasiaan dan kemampuan yang handal.
Oleh karenanya, daya protektif pertahanan dan keamanan suatu negara sangat tergantung dari kemandirian penguasaan teknologi khususnya produk industri pertahanan yang di miliki, karena dari pengalaman operasi TNI dalam penanganan seperatisme dimasa lalu penggunaan Alutsista yang kita impor kerap menghadapi larangan pemakaian serta di bawah kendali negara produsen
Pengalaman menunjukkan bahwa kemandirian pengadaan Alutsista adalah keharusan untuk memastikan keberlanjutan penggunaan dan ketersediaan setiap saat manakala dibutuhkan tanpa adanya restrict penggunaan dari negara mana pun. Kemandirian industri pertahanan juga akan menghemat APBN meningkatkan Devisa negara dan kesejahteraan rakyat. Terciptanya Stabilitas Nasional NKRI, tentu saja dapat terwujud dengan jalan pemenuhan Alutsista TNI dan Polri secara kemandirian teknologi & produk agar memiliki keleluasaan operasional dalam pelaksanaan tugas, antisipasi sabotase dan kebocoran rahasia sistem pertahanan

2. Hambatatan dan Permasalahan Umum: Berbagai faktor penghambat penggunaan/pengembangan industri Pertahanan antara lain adalah:

a. Bahan Baku. Terbatasnya bahan baku dari dalam negeri mengakibatkan banyak bahan baku/raw material yang diimport, berakibat pada tingginya harga pokok, jadwal produksi, dan capacity prediction yang sukar ditentukan serta sangat tergantung pada suasana politik negara pengekspor.
b. Kebutuhan investasi dan modal kerja yang besar menuntut pendanaan di muka (advance payments) atau menuntut ketersediaan pendanaan antara (bridging financing) sebelum pembayaran akhir dilakukan.
c. Mahalnya biaya Riset dan Development (R&D) sehingga sulit dilakukan pengembangan produk.
d. Komitmen dan kebijakan penganggaran yang kurang mendorong pengadaan dari dalam negeri serta mahalnya biaya penelitian dan pengembangan sangat berpengaruh pada kemampuan produksi dan penentuan harga pokok produksi
e. Kurang berkembangnya kompetisi sistematis, entrepreneurship dan semangat bersaing untuk menjadikan hasil produk superior dalam kelasnya.
f. Menurut historisnya sebagian Industri Pertahanan BUMN berasal dari hibah TNI, dimana hasil produksi pada masa dulu di manfaatkan untuk mendukung kebutuhan sendiri, tidak untuk dijual sehingga sampai sekarang perangkat dan struktur marketing belum diberdayakan secara optimal.
g. Ketergantungan pada produk impor dan Kredit Ekspor. Kecenderung atau senang mempergunakan produksi luar negeri masih sangat kental terasa dengan berbagai macam alasan dan interest. Demikian juga dalam pemanfaatan kredit eksport yang sangat menguntungkan negara pemberi kredit,rawan mark up, korupsi dan KKN .
g. Belum tersedianya pendanaan/Bank yang dapat memfasilitasi pemberian kredit kepada calon/negara pembeli. Seperti halnya perdagangan eksport/import negara produsen menyiapkan dana untuk calon pembeli yang menginginkan pembayaran secara kredit .

3. Upaya Peningkatan Kemampuan dan Kinerja.
Tekad pemerintah dalam rangka kemandirian industri pertahanan merupakan suatu upaya yang ampuh dan akan dapat meningkatkan industri nasional karena biasanya industri pertahanan yang ditandai dengan teknologi, dan akurasi tinggi akan di ikuti dengan berkembangnya industri pendukung atau industri nasional lainnya, maka pembangunan industri pertahanan haruslah merupakan usaha terpadu termasuk penguasaan teknologi, guna memantapkan proses industrialisasi dalam arti seluas-luasnya.
Saatnya kita tidak lagi mengadakan akuisisi produk yang telah mampu kita produksi di dalam negeri. Kita harus melangkah melepaskan diri dari ketergantungan pada produk negara asing. Satuan Tempur TNI dan Polri mulai menggunakan bekal tempur buatan bangsa sendiri.
Secara bertahap penggunaan beberapa produk andalan dari industri pertahanan Indonesia sudah dapat menggantikan produk sejenis buatan luar negeri, kita harus mulai dari sekarang dengan penuh keyakinan dan tetap komit melaksanakannya. Penyiapan blue print industri pertahanan Indonesia menjadi bagian dari strategi pembangunan Militer Indonesia jangka panjang.
Disamping upaya untuk peningkatan pemanfaatan produk industri pertahanan, produk juga harus mempunyai daya saing yang kuat menghadapi kompetitor dari luar negeri, baik dari aspek harga, kualitas, dan peningkatan pelayanan pemeliharaan dan purna jual.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan kinerja, kita dapat mencontoh keberhasilan Negara-negara Korea selatan, India dan China. Benchmark bagaimana produk industri pertahanan mereka tidak hanya dipergunakan oleh kekuatan Angkatan Bersenjatanya sendiri tetapi saat ini korsel bahkan mampu mengekspor ke luar negeri.
Untuk mendapatkan optimalisasi Industri pertahanan beberapa langkah dapat dilakukan sebagai berikut:
a. Perbaikan corporate governance BUMN. Peningkatan Kinerja antar industri pertahanan BUMN untuk pemenuhan raw material dan pemenuhan produk pendukung. Misalnya PT.Krakatau Steel melakukan kerjasama dengan PT.PINDAD, PT.DI atau PT.PAL untuk menemukan substitusi material produksi yang masih diimpor.
b. Efisiensi biaya untuk meningkatkan daya saing dengan kompetitor baik dari kualitas, dan proses pengadaan suku cadang dan manajemen produksi.
c. Memperkuat permodalan baik melalui kerjasama dengan perbankan maupun lembaga keuangan lainnya atau melalui penambahan modal negara.
d. Komit dalam kerjasama dengan pihak pengguna (TNI/Polri) atas setiap maintenance services, reengineering dan after sales services.
e. Kerjasama industri pertahanan dengan lembaga ristek, Dephan dan lembaga litbang Angkatan serta pelibatan dalam alih teknologi alutsista yang dilaksanakan TNI/Polri. Serta never ending creation untuk menjadikan produk superior dikelas masing-masing.
f. Political will dari pemerintah berupa Undang-undang yang mengatur tentang logistik dan penggunaan Alutsista bagi TNI/Polri serta dimasukkannya R&D Alutsista dalam APBN
g. Menciptakan dan membentuk opini cinta terhadap produksi bangsa sendiri, senang menggunakan produksi dalam negeri.
h. Hubungan baik dengan luar negeri perlu dijalin dan ditingkatkan untuk menciptakan networking yang berguna dalam pengembangan teknologi, produk, maupun penggunaan pasar bersama. Pemanfaatan networking harus dipelihara dengan baik, karena jika tidak, tanpa disadari negara sahabat dapat menjadi kompetitor yang menghambat/mengganggu industri pertahanan Indonesia.

4. Pemanfaatan Produk Industri Pertahanan Keamanan: Pertahanan keamanan negara yang tangguh akan menjaga dan melindungi kedaulatan negara serta kehormatan bangsa dari setiap ancaman, baik yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri, untuk dapat menjamin kelancaran penyelenggaraan negara.
Kegiatan penyelenggaraan negara akan semakin meningkat dan terjaga, melalui korelasi signifikan antara penciptaan iklim keamanan yang kondusif dan terwujudnya kesejahteraan rakyar yang merata sehingga akan menyebabkan terjadinya penyelenggaraan negara yang digerakkan oleh rasa percaya diri sendiri yang tinggi.
Alutsista TNI masih jauh dari kondisi memadai. Saat ini kemampuan pertahanan matra darat bertumpu pada kendaraan tempur (Ranpur) Tank dan Panser berbagai jenis, dengan kondisi siap operasi sekitar 60%, sedangkan kemampuan pesawat terbang hanya sekitar 50% dari inventaris yang ada.
Kebutuhan alat komunikasi yang merupakan pendukung utama kemampuan pertahanan, juga belum dapat terpenuhi dan masih mempergunakan teknologi yang rawan penyadapan.
Kemampuan pertahanan matra laut, selain jumlahnya yang masih kurang, kondisi Kapal Republik Indonesia (KRI), yaitu kapal selam, kapal perusak kawal rudal (peluru kendali), kapal cepat roket, kapal cepat terpedo, kapal penyapu ranjau, secara rata-rata juga sudah relatif tua. Usia pakai kapal selam, kapal perusak kawal rudal dan kapal cepat roket telah melebihi usia 22 tahun, serta hanya kapal cepat terpedo dan kapal buru ranjau yang berusia relatif muda yaitu dibawah 20 tahun.
Sementara itu, kekuatan patroli KRI dan pendukung relatif lebih tua usia pakainya yaitu 46 Kapal patroli telah lebih dari 25 tahun, 10 kapal pendukung telah lebih dan 40 tahun dan 33 Kapal antara 20 - 40 tahun. Jumlah dan kondisi Alutsista darat dan udara juga relatif tidak berbeda dengan kekuatan laut. Disisi lain Marinir masih mempergunakan kendaraan tempur produksi tahun 1960-an yang secara teknis telah sangat menurun efek penggetar dan pemukulnya.
Alutsista TNI AU juga relatif terbatas dengan kondisi kesiapan yang relatif rendah. Hanya 11 Pesawat dari 23 pesawat angkut udara yang dimiliki TNI AU dalam keadaan operasionil saat ini. Seiring dengan penggunaan pesawat tersebut secara intensif diperkirakan hanya 6 pesawat angkut udara dalam keadaan siap operasi dalam 5 tahun mendatang. Kekuatan pesawat tempur TNI AU bahkan lebih mengkhawatirkan lagi yaitu hanya 28 persen pesawat dalam keadaan siap operasi.
Informasi terahir didapat dari Dephan bahwa pesawat tempur TNI AU telah di Up date, dari rencana 10 unit pesawat tempur Sukhoi yang diakuisisi secara bertahap sejak tahun 2003 sampai sekarang telah masuk inventaris sebanyak 7 unit.
Alutsista yang sudah tua, kurang perawatan dan terpaksa digunakan, rawan kecelakaan seperti beberapa contoh jatuhnya pesawat Fokker TNI AU di Bandung, jatuhnya pesawat latih Cassa 212 di Gunung Salak Bogor, tenggelamnya panser amfibi Marinir TNI AL diperairan Situbondo, Rabu tanggal 20 Mei 2009 kecelakaan pesawat Hercules C-130 serie A-1325 di desa Geplak Magetan Jatim dan terahir kecelakaan helikopter Puma milik TNI AU yang jatuh dalam rangka uji terbang di Lanud Atang Sandjaya Bogor , tanggal 28 April pesawat latih TNI AL TB-10 Tobago mendarat darurat di muara sungai Silandak,kota Semarang.
Kecelakaan-kecelakaan lainnya adalah sebuah pesawat Hercules 130 B TNI AU ketika mendarat di Bandara Wamena, Senin (11/5/09), empat ban pesawat copot. di bandara yang sama (24/4/09) sebuah pesawat Hercules TNI AU pecah ban ketika mendarat. Sudah saatnya Alutsista berusia lanjut kurang pemeliharaan untuk dikandangkan dan diremajakan.
Selain itu, ruang udara Indonesia yang belum dapat terpantau oleh radar (blank spot) juga masih luas. Sebagian ruang udara di kawasan Indonesia bagian barat dan sebagian besar ruang udara di Kawasan Indonesia Timur seringkali menjadi perlintasan penerbangan gelap karena ruang tersebut tidak dapat terpantau oleh radar meskipun telah di bantu oleh radar sipil.
Dengan wilayah yang demikian luas dengan segala kompleksitas yang ditimbulkannya, Indonesia tidak bisa tidak harus memiliki sistem persenjataan yang kuat, bukan untuk menakut-nakuti negara lain, melainkan untuk menjaga kedaulatan negara, tidak di maksudkan untuk agresi, tetapi supaya mampu mempertahankan dan melindungi diri.
Dengan kemampuan negara saat ini dimana keuangan sangat terbatas, pengadaan produk industri pertahanan dari dalam negeri jauh lebih murah, dan bisa mendapatkan lebih banyak produk jika di bandingkan dengan pengadaan impor. Di samping itu pembelian dari dalam negeri akan berdampak positif karena akan meningkatkan kemampuan rekayasa teknologi anak bangsa, dan di laksanakannya sistem pertahanan negara dengan teknologi dengan sekuriti ditangan sendiri
Pemanfaatan antara lain dilakukan pada:
a. Pertahanan: Sishankamrata sebagai strategi pertahanan negara melahirkan program-program pertahanan yang merupakan konsepsi dasar tentang pertahanan negara. Saat sekarang Pengembangan kekuatan postur TNI bisa di mulai dari ancaman globalisasi walau ancaman ini bersifat bukan kegiatan militer namun konstraksi globalisasi sangat membutuhkan kekuatan militer sebagai penjaga kedaulatan negara, sehingga perlunya memahami perimbangan kekuatan militer.
Cetak biru Pertahanan Indonesia dibangun dengan beberapa program yang mendukung tercapainya postur TNI yang kuat, di rumuskan indikator dalam membangun Alutsista TNI. Indikator ini juga memuat tentang penggunaan segala kemampuan yang ada menjadi komponen pertahanan apabila terjadi perang misalnya perahu nelayan dapat segera menjadi kapal perang bila diperlukan.
Postur Pertahanan RI:
Kekuatan Darat: Pemenuhan Kebutuhan Satuan TNI AD terdiri antara lain Kebutuhan Bekal Tempur seperti perlengkapan perorangan lapangan, Senapan Serbu, amunisi ringan/berat, macam-macam meriam, kendaraan Taktis dan alat angkut berat personil/barang, pemenuhan kebutuhan Satuan Kavaleri Tank dan Panser, sistim radio Regu/Kompi, serta kebutuhan pendukung Markas Satuan lainnya.
Kekuatan Laut: Fungsi utama kekuatan laut pada masa damai adalah mangamankan wilayah samudra serta menciptakan sarana pertahanan yang kondusif untuk kegiatan ekonomi. Penggunaan kebutuhan kekuatan laut dapat menggunakan produksi PT.PAL seperti berbagai jenis kapal patroli/perang dan kapal lainnya yang memiliki kemampuan manuver tinggi.
Dalam keadaan perang kekuatan laut sedapat mungkin memiliki kemampuan untuk menahan serbuan musuh sebelum mendarat di pantai wilayah RI. Berdasarkan data wilayah Indonesia terdiri dari 70 % lautan dan daratan 30 %, membawa impllikasi luas pula dalam tata kehidupan bernegara dan bertetangga, wilayah perairan Indonesia mencapai lebih dari 2,6 juta Km2 ditambah 3 juta Km2 untuk ZEE (Zone Ekonomi Eksklusif) dengan garis pantai sepanjang 81.000 Km dan berbatasan dengan 10 negara.
Wilayah laut Indonesia tidak hanya dilewati oleh kapal-kapal berbendera Merah Putih tetapi juga ribuan kapal asing yang membawa bermacam-macam produk perdagangan, minyak dan barang lainnya baik dari Asia Timur ke Midle East, Afrika, Eropha maupun ke Amerika atau sebaliknya.
Perairan laut yang sering dilalui kapal asing antara lain adalah sepanjang selat Malaka, selat Lombok, dan selat Makasar. Karena padatnya lalu lintas, jalur laut ini menjadi rawan terhadap perompakan dan tindakan kriminal lainnya perlu untuk direncanakan strategi pertahanan dan keamanan wilayah tersebut terutama sepanjang selat Malaka.
Kekuatan Udara: Penggunaan pesawat terbang dan Helikopter buatan PT. DI, secara bertahap dan berlanjut, dilengkapi dengan persenjataan, bekal tempur dan latihan yang cukup serta strategi pertahanan, akan menghasilkan kemampuan dan keprofesionalan prajurit dan kecanggihan persenjataan. Dengan tetap berproduksinya industri pertahanan dirgantara maka inovasi, kreasi, dan enginiring akan tetap divalidasi untuk mencapai kemampuan memproduksi pesawat tempur dan terwujudnya industri ”produk masa depan” yang superior dengan sistem keamanan yang mampu menjaga kerahasiaan dan kehandalan Alutsista tersebut, bukan industri produk masa lalu
Fungsi kekuatan udara taktis antara lain sebagai serana angkutan gerak cepat ke titik-titik yang ditentukan. Pada masa damai kekuatan udara akan berfungsi untuk mengamankan wilayah udara serta ikut memonitor wilayah lautan berkoordinasi dengan kekuatan laut. Pada masa perang kekuatan udara akan berfungsi untuk menghancurkan musuh dilaut dalam rangka membantu sishankamrata.

b. Keamanan: Aparat Keamanan memerlukan kebutuhan Alpal (Alat Peralatan) untuk menjaga ketertiban dan keamanan dalam negeri. Polri sebagai institusi bertanggung jawab terhadap tugas pokok dan fungsi keamanan dalam negeri.
Disamping Alpal, senjata laras panjang, Pistol/Revolper dengan amunisinya, termasuk Kebutuhan Rantis (kenderaan taktis) dan Ranmor (kenderaan bermotor) seperti water cannon untuk melaksanakan penindakan terjadinya huru hara, jacket anti peluru sebagai perlengkapan perorangan Polri dapat diproduksi oleh industri pertahanan Indonesia.

c. Perlindungan Wilayah Perbatasan.
Untuk menjaga keutuhan NKRI di beberapa Wiltas (wilayah perbatasan) darat yang rawan terjadi konflik, Satuan penjaga wilayah perbatasan seperti Satuan kavaleri dilengkapi dan di tingkatkan bekal Satuannya dengan Ranpur (Kenderaan Tempur) tank, atau panser, kenderaan taktis untuk keperluan patroli, dan dilengkapi dengan bekal tempur seperti senjata dan amunisi, atau keperluan satuan lainnya.
Untuk Wiltas yang berbatasan atau terletak di laut pengawasan dan kontrol menggunakan sistem komunikasi terpadu dan memanfaatkan Kapal Patroli/Perang termasuk penggunaan Pesawat Udara/helikopter.

d. Pengsamanan Status Yurisdiksi Pulau-Pulau terdepan. Untuk pulau terdepan disamping koordinat dan nama perlu dilengkapi dengan sarana dan alat komunikasi yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Pembangunan Tower komunikasi disiapkan untuk kontrol dan koordinasi serta pengamanan keutuhan NKRI.

e. Bantuan Bencana Alam. Beberapa kali pengalaman negara kita dilanda dissaster/bencana alam antara lain: Tsunami akibat meletusnya gunung Krakatau tahun 1883, Tsunami Aceh tahun 2006 dan yang terakhir bencana Situ Gintung Maret 2009, kita belum mempunyai peralatan /Warning system untuk menghadapi terjadinya gempa/bencana.
Diperlukan pesawat udara, helikopter dan sarana/prasarana alat berat, dump truck, truk pengangkut barang/personil dan alat berat lain untuk evakuasi korban/victims apabila terjadi bencana.

f. Pengamanan Postur negara kepulauan. Negara kita yang terdiri dari 17.480 pulau (data Bakorkamla) sangat rentan terhadap ancaman seperti infiltrasi, kejahatan transnasional, narkoba, penyeludupan dan lain-lain. Untuk mengatasi terorisme, sabotase, perompakan di laut maupun kegiatan ekstrim yang mengancam masyarakat maupun negara, diperlukan Alutsista dan Satelite Communication System.
Keperluan pertahanan dan keamanan seperti armada tempur untuk TNI AL, dan armada keamanan/Polri, termasuk kebutuhan kapal angkut penumpang. Kapal produk perhubungan (armada niaga dan ferry) menjadi suatu kebutuhan dalam menjaga keutuhan NKRI kita harus mempunyai power/kekuatan pemukul.

g. Pengamanan Lingkungan hidup, Illegal logging, Mining and Fishing. Pengrusakan lingkungan hidup merupakan suatu tindakan masuknya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan, yang berdampak kepada rusaknya ekosistem, dan berpotensi terjadinya bencana, longsor, banjir, kekeringan, perubahan iklim dan sebagainya.
Perbuatan illegal logging, illegal mining, illegal migrant, human traficking dan illegal fishing merupakan ancaman terhadap kepentingan nasional, karena bukan hanya merugikan dari segi perekonomian nasional, tetapi juga merusak lingkungan, politik sosial ekonomi, ekosistem, sumber kekayaan alam lainnya dan menimbulkan persoalan diplomatik antar Negara.Pencurian ikan oleh nelayan asing harus ditumpas,pengamanan oleh Polri memerlukan Kapal Perang/Patroli sejenis FPB 57 M buatan PT.PAL

h. Perlindungan Kekayaan Alam, Hasil hutan dan hasil tambang. Sumber Daya Alam Indonesia merupakan sumber potensial untuk bahan baku industri/raw material, substitusi,material yang sulit didapat melalui impor.
Material chemical sources, material tambang dll, perlu dijaga kelestariannya guna kelangsungan produksi industri pertahanan misalnya bahan kimia Silicon, bahan dasar kimia untuk propellant powder, bahan tambang emas, alumunium, timah yang perlu diperhitungkan penggunaannya untuk menjamin kelangsungan dan keutuhan NKRI.
Untuk pengawasan dan pengamanan, Polisi pengawas kehutanan didukung dengan Alat peralatan dan senjata yang memadai serta dilengkapi dengan sistem komunikasi terpadu untuk menjamin terciptanya keamanan kekayaanalam hasil hutan dan hasil tambang .

i. Ekspor. Beberapa produk unggulan Industri Pertahanan seperti Kapal Patroli/Perang PT.PAL Pesawat Terbang PT.DI, Senjata (Egronomi utk militer Asean) dan munisi buatan PT.Pindad, Besi dan baja produk PT KS. dapat diekspor untuk segmen pasar Asean.

5. Simpulan dan Penutup
Pemanfaatan produk industri pertahanan dapat dijadikan sebagai dasar, untuk secara berlanjut mendukung kebutuhan pokok pertahanan keamanan Indonesia. Peningkatkan kemampuan efisiensi, responsif, dan inovatif yang telah dimiliki harus dipelihara ditingkat kembangkan dengan teknologi baru/hybrit technology, dan unik dimulai dari riset ujicoba guna tercapainya kemandirian tidak hanya dalam keamanan/
security tetapi juga pada produk yang superior.
Sinerjitas antara keseluruhan potensi yang dimiliki akan menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara yang memiliki sistem pertahanan dan keamanan yang berbeda dengan negara lain. Kemampuan memproduksi Alutsista akan memberikan pengalaman/skill kepada produsen.
TNI/Polri sebagai pengguna akan membeli lebih banyak karena produk domestik lebih murah. Prajurit akan lebih profesional, latihan akan dilaksanakan sesuai jadwal, serta lebih percaya diri.

Hasil penjualan produk Alutsista untuk domestik maupun Ekspor akan menambah devisa negara




Bachtiar Hasibuan,Ir, M.Eng,MPM, Kol. CPL
Staf Dejianstra Lemhannas RI saat ini mahasiswa
Kandidat Doktor Manajemen Bisnis
Pasca Sarjana Universitas Padjadjaran,
Bandung, 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungannya